OLEH :
RAHMAT MUNANDAR
Mencari Perlunya Aqidah Dan Cara
Pemeliharaanya.
Aqidah merupakan suatu keyakinan
hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia
sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam.
Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan
aktifitas manusia.
Dari pengertian di atas dapatlah
disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang sangat fondamental dalam
Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini,
aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya
untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda
mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan. Kemantapan aqidah dapat
diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada
tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah;
dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata,
kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
A.
Arti
Aqidah
·
Aqidah adalah apa yang diyakini
seseorang, bebas dari keraguan.
·
Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti,
yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
·
Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu
kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
B.
Aqidah
Islam
Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi
seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh
aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan
apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal
ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT
adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda
ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar:
65).
Aqidah
adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan
tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an
dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah
selain Allah sendiri.
Aqidah
Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada
Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir
baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang
Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada
apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’
Salafush Shalih.
C.
Pentingnya
Aqidah Yang Lurus (Aqidah Shahihah)
Begitu
pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang
pertama-tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan
perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59,
65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu
Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok
yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin
memperdalam ilmu agamanya.
Tanpa
aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai
prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari
jalan hidup kebahagiaan.
Tanpa
aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh
berbagai informasi yang menyesatkan keimanan kita.
D.
Sebab-sebab
Penyimpangan dari Aqidah Shahihah
·
Kebodohan, karena tidak ada kemauan (dan
enggan) untuk mempelajarinya, sehingga ia tidak bisa mengenal mana yang benar
mana yang salah menurut aqidah Islam. Dalam kehidupan ini manusia belajar
memahami arti kebaikan (haq) dan keburukan (bathil) dari berbagai sumber, baik
dari sumber syariah Islam, dari pergaulan serta dari kesepakatan umum antar
manusia mengenai akhlak (karena sebagian kebaikan memang sudah ada dalam diri
manusia sebagai fitrah). Namun kebenaran yang mutlak (haq) bersumber dari Allah
(syariah Islam), sedang yang bersumber dari manusia dibatasi akal dan
kepentingan manusia. Akal manusia terbatas, karena itu tidak mampu memahami
secara baik mengapa babi diharamkan. Demikian juga kepentingan manusia dibatasi
nafsunya, misalnya pendapat kaum liberal bahwa perzinahan dibolehkan asal mau
sama mau. Keterbatasan manusia ini jelas difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an,
surat Al Baqarah ayat 216, “. . . Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” .
·
Fanatik (ta’ashshub) kepada sesuatu yang
diwarisi orang tua atau nenek moyang kita (tradisi), sekalipun hal itu bathil,
atau menolak yang bertentangan dengan tradisi sekalipun itu benar. Ketahuilah
bahwa ketentuan dalam syariah Islam tidak pernah berubah, sedang kehidupan dan
ilmu manusia bisa berubah dari waktu ke waktu. Karena itu hendaknya kita secara
langsung belajar dan berpedoman pada Qur’an dan Hadits, tidak sekedar mengikut
kebiasaan yang ada tanpa memahami ilmunya. Disinilah pentingnya mempelajari
agama Islam secara benar untuk meluruskan aqidah maupun syariatnya agar kita
tidak sekedar melakukan ibadah sesuai tradisi (kebiasaan) yang kita terima di
keluarga kita atau di lingkungan kita. Bisa jadi tradisi (kebiasaan) itu
menyimpangkan ilmu akibat membiasnya proses penyampaian atau penerimaan ilmu,
bisa jadi pula karena orang tua atau kakek kita belajar dari sumber yang salah,
atau bisa jadi pula karena terbatasnya waktu pendidik kita (orang tua atau guru
sekolah) kita dalam menyampaikan ilmu agama secara lengkap.
·
Taqlid (mengikuti) secara buta, yaitu
mengikuti pendapat manusia tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenaran dalil yang
ia gunakan. Bila ia mengikuti suatu imam atau ajaran yang sesat tanpa mau
menyelidikinya, maka jadilah ia penganut paham yang sesat.
·
Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para
wali atau orang-orang yang shalih, bahkan mengangkat derajat mereka dibanding
manusia lainnya. Termasuk diantara mereka misalnya orang yang meminta sesuatu
melalui ziarah kubur kepada para wali, atau mengikuti ajaran seorang shaleh
panutannya sambil menolak atau meremehkan ajaran dari orang sholeh lainnya.
·
Ghaflah (lalai) terhadap perenungan
terhadap kebesaran dan sifat-sifat Allah di alam jagad raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan yang tertuang dalam Kitab-Nya (Qur’aniyah). Mereka lebih kagum
pada hasil karya manusia, teknologi, seni dan kebudayaan ciptaan manusia.
Bahkan mereka menganggap keunggulan dan keindahan karya manusia itu memang
hasil kreasi manusia semata tanpa campur tangan Allah. Ingatlah firman Allah,
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS,
As-Shaffat:96)
·
Rumah tangga (keluarga) yang hampa dari
ajaran Islam, yaitu para orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan agama
Islam bagi anak-anaknya. Padahal orang tua mempunyai peranan terbesar dalam
menentukan lurus tidaknya jalan hidup anaknya berdasarkan syariah Islam. Rasulullah
SAW bersabda, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanya
lah yang kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al-Bukhari).
·
Godaan lingkungan, yaitu berupa godaan
cara dan gaya hidup yang menggunakan nilai-nilai kebaikan yang tidak sesuai
syariah Islam, termasuk dalam hal ini godaan gaya hidup maksiat yang menurut
standard bangsa barat yang liberal dipandang sebagai hal yang normal. Umat yang
lemah iman dan ilmunya melihat hal ini wajar-wajar saja dan tidak berbahaya, sedang
ajaran Islam telah menentukan dengan jelas mana yang benar (haq) dan mana yang
salah (bathil). Sebagai contoh, di kolam renang pria dan wanita dengan pakaian
yang hanya menutup paha atas dan (hingga) dada sudah dianggap wajar dan sopan
menurut masyarakat masa kini, tapi tidak menurut Islam.
E. Kiat-Kiat Pemeliharaan
Akidah
Iman itu mengalami
pasang surut, adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang. Ia ibarat grafik
yang dapat naik dan turun sesuai situasi dan kondisi yang mempengaruhinya. Agar
keadaannya stabil, maka perlu adanya kiat-kiat dalam pemeliharaan iman itu
sendiri. Adapun kiat-kiat tersebut diantaranya adalah:
·
Menambah atau memperdalam ilmu
Firman
Allah dalam surat Fathir ayat 28 yang artinya:
“…
Sesungguhnya yang takut pada Allah diantara hamba-hambanNya, hanyalah ulama
(orang-orang yang beriman). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
Menambah dan memperoleh ilmu yang dimaksud adalah ilmu tauhid
(akidah) itu sendiri secara keseluruhan. Bila telah menguasai ilmu akidah Islam
secara benar, maka akan menjadikan pribada yang jujur, disiplin, dan sopan.
·
Membiasakan amal shalih
Akidah
yang telah dikuasai diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupa
sehari-hari yang disebut amal shaleh, baik dalam bentuk ibadah mahdhah maupun
dalam bentuk ibadah ghairu mahdhah. Sebagaimana firman Allah dalam
surat An-Nur ayat 55.
·
Membiasakan jihad
Firman
Allah dalam surat As-shaffat ayat 10-11 yang artinya:
“Hai
orang-orang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.”
·
Berserah diri kepada Allah
Firman
Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 112 yang artinya:
“Tidak!
Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia
mendapat pahala disisi Tuhan-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan
mereka tidak bersedih hati.”
·
Selalu mencari keridhaan Allah
Bila
ingin meraih ridha Allah dalam hidup ini maka lakukan semua aktifitas yang
sesuai dengan koridor yang ditetapkan Allah yang dijelaskan dan dicontohkan
Rasulullah. Sebagaimana Allah katakana dalam surat Al-Maidah ayat 16.
·
Memakmurkan masjid
Masjid
adalah salah satu lembaga pembinaan akhlak mulia pertama di zaman Rasulullah.
Diharapkan kita meramaikan masjid untuk mendidik jiwa disamping untuk
menunaikan ibadah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 16.
·
Membiasakan zikir dan membaca serta mendengarkan Al-Qur’an
Berzikir
dapat menumbuh kembangkan potensi hati yang dimiliki. Zikir meliputi seluruh
potensi hati yang dimiliki manusia, sehingga disebut zikir lidah, zikir hati,
zikir otak, dan zikir anggota tubuh. Sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Anfal ayat 2.