Tuesday 9 January 2018

Mencari Perlunya Aqidah Dan Cara Pemeliharaanya.



OLEH :
RAHMAT MUNANDAR



Mencari Perlunya Aqidah Dan Cara Pemeliharaanya.

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas manusia.
Dari pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan. Kemantapan aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
A.    Arti Aqidah
·         Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan.
·         Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
·         Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

B.     Aqidah Islam
 Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar: 65).
Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri.
Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
C.    Pentingnya Aqidah Yang Lurus (Aqidah Shahihah)
Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya.
Tanpa aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan.
Tanpa aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan kita.

D.    Sebab-sebab Penyimpangan dari Aqidah Shahihah
·         Kebodohan, karena tidak ada kemauan (dan enggan) untuk mempelajarinya, sehingga ia tidak bisa mengenal mana yang benar mana yang salah menurut aqidah Islam. Dalam kehidupan ini manusia belajar memahami arti kebaikan (haq) dan keburukan (bathil) dari berbagai sumber, baik dari sumber syariah Islam, dari pergaulan serta dari kesepakatan umum antar manusia mengenai akhlak (karena sebagian kebaikan memang sudah ada dalam diri manusia sebagai fitrah). Namun kebenaran yang mutlak (haq) bersumber dari Allah (syariah Islam), sedang yang bersumber dari manusia dibatasi akal dan kepentingan manusia. Akal manusia terbatas, karena itu tidak mampu memahami secara baik mengapa babi diharamkan. Demikian juga kepentingan manusia dibatasi nafsunya, misalnya pendapat kaum liberal bahwa perzinahan dibolehkan asal mau sama mau. Keterbatasan manusia ini jelas difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an, surat Al Baqarah ayat 216, “. . . Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” .
·         Fanatik (ta’ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi orang tua atau nenek moyang kita (tradisi), sekalipun hal itu bathil, atau menolak yang bertentangan dengan tradisi sekalipun itu benar. Ketahuilah bahwa ketentuan dalam syariah Islam tidak pernah berubah, sedang kehidupan dan ilmu manusia bisa berubah dari waktu ke waktu. Karena itu hendaknya kita secara langsung belajar dan berpedoman pada Qur’an dan Hadits, tidak sekedar mengikut kebiasaan yang ada tanpa memahami ilmunya. Disinilah pentingnya mempelajari agama Islam secara benar untuk meluruskan aqidah maupun syariatnya agar kita tidak sekedar melakukan ibadah sesuai tradisi (kebiasaan) yang kita terima di keluarga kita atau di lingkungan kita. Bisa jadi tradisi (kebiasaan) itu menyimpangkan ilmu akibat membiasnya proses penyampaian atau penerimaan ilmu, bisa jadi pula karena orang tua atau kakek kita belajar dari sumber yang salah, atau bisa jadi pula karena terbatasnya waktu pendidik kita (orang tua atau guru sekolah) kita dalam menyampaikan ilmu agama secara lengkap.
·         Taqlid (mengikuti) secara buta, yaitu mengikuti pendapat manusia tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenaran dalil yang ia gunakan. Bila ia mengikuti suatu imam atau ajaran yang sesat tanpa mau menyelidikinya, maka jadilah ia penganut paham yang sesat.
·         Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali atau orang-orang yang shalih, bahkan mengangkat derajat mereka dibanding manusia lainnya. Termasuk diantara mereka misalnya orang yang meminta sesuatu melalui ziarah kubur kepada para wali, atau mengikuti ajaran seorang shaleh panutannya sambil menolak atau meremehkan ajaran dari orang sholeh lainnya.
·         Ghaflah (lalai) terhadap perenungan terhadap kebesaran dan sifat-sifat Allah di alam jagad raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan yang tertuang dalam Kitab-Nya (Qur’aniyah). Mereka lebih kagum pada hasil karya manusia, teknologi, seni dan kebudayaan ciptaan manusia. Bahkan mereka menganggap keunggulan dan keindahan karya manusia itu memang hasil kreasi manusia semata tanpa campur tangan Allah. Ingatlah firman Allah, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS, As-Shaffat:96)
·         Rumah tangga (keluarga) yang hampa dari ajaran Islam, yaitu para orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan agama Islam bagi anak-anaknya. Padahal orang tua mempunyai peranan terbesar dalam menentukan lurus tidaknya jalan hidup anaknya berdasarkan syariah Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanya lah yang kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al-Bukhari).
·         Godaan lingkungan, yaitu berupa godaan cara dan gaya hidup yang menggunakan nilai-nilai kebaikan yang tidak sesuai syariah Islam, termasuk dalam hal ini godaan gaya hidup maksiat yang menurut standard bangsa barat yang liberal dipandang sebagai hal yang normal. Umat yang lemah iman dan ilmunya melihat hal ini wajar-wajar saja dan tidak berbahaya, sedang ajaran Islam telah menentukan dengan jelas mana yang benar (haq) dan mana yang salah (bathil). Sebagai contoh, di kolam renang pria dan wanita dengan pakaian yang hanya menutup paha atas dan (hingga) dada sudah dianggap wajar dan sopan menurut masyarakat masa kini, tapi tidak menurut Islam.

E.     Kiat-Kiat Pemeliharaan Akidah
Iman itu mengalami pasang surut, adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang. Ia ibarat grafik yang dapat naik dan turun sesuai situasi dan kondisi yang mempengaruhinya. Agar keadaannya stabil, maka perlu adanya kiat-kiat dalam pemeliharaan iman itu sendiri. Adapun kiat-kiat tersebut diantaranya adalah:
·         Menambah atau memperdalam ilmu
Firman Allah dalam surat Fathir ayat 28 yang artinya:
… Sesungguhnya yang takut pada Allah diantara hamba-hambanNya, hanyalah ulama (orang-orang yang beriman). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Menambah dan memperoleh ilmu yang dimaksud adalah ilmu tauhid (akidah) itu sendiri secara keseluruhan. Bila telah menguasai ilmu akidah Islam secara benar, maka akan menjadikan pribada yang jujur, disiplin, dan sopan.
·         Membiasakan amal shalih
Akidah yang telah dikuasai diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupa sehari-hari yang disebut amal shaleh, baik dalam bentuk ibadah mahdhah maupun dalam bentuk ibadah ghairu mahdhahSebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 55.
·         Membiasakan jihad
Firman Allah dalam surat As-shaffat ayat 10-11 yang artinya:
Hai orang-orang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
·         Berserah diri kepada Allah
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 112 yang artinya:
Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala disisi Tuhan-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.



·         Selalu mencari keridhaan Allah
Bila ingin meraih ridha Allah dalam hidup ini maka lakukan semua aktifitas yang sesuai dengan koridor yang ditetapkan Allah yang dijelaskan dan dicontohkan Rasulullah. Sebagaimana Allah katakana dalam surat Al-Maidah ayat 16.
·         Memakmurkan masjid
Masjid adalah salah satu lembaga pembinaan akhlak mulia pertama di zaman Rasulullah. Diharapkan kita meramaikan masjid untuk mendidik jiwa disamping untuk menunaikan ibadah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 16.
·         Membiasakan zikir dan membaca serta mendengarkan Al-Qur’an
Berzikir dapat menumbuh kembangkan potensi hati yang dimiliki. Zikir meliputi seluruh potensi hati yang dimiliki manusia, sehingga disebut zikir lidah, zikir hati, zikir otak, dan zikir anggota tubuh. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 2.